Lima
tahun lalu, selama tiga bulan lamanya, sekitar awal Mei 2011 hingga awal
Agustus 2011, saya OJT di PT PLN (Persero) UPJ Jonggol. Dulu sih masih berupa
Unit, tapi sekarang sudah berupa Rayon.
Saya
dedikasikan post ini eksklusif membahas 5 tahun lalu tinggal di Jonggol.
Yapp,
Jonggol bray!
Walaupun
nggak lama, cuma tiga bulan saja, tapi sampai sekarang cukup membekas.
Kesan
tersendiri lahhh.
Ke
Jonggol pertama kali bareng temen-temen, if you ask me how I went there first
time, jadi tau caranya ke sana. Tapi pas temen-temen yang lain menghilang
(baca: beda unit) alhasil saya sendirian harus bisa mandiri melakukan
perjalanan Jonggol-Cengkareng PP. Ya, sendirian. Tadinya lima orang dari pusat
untuk OJT di APJ Gunung Putri, tapi kami malah dikirim ke Unit oleh Manajer
Gunung Putri. Dua orang teman di-plot ke Cileungsi dan dua orang lainnya
di-plot ke Ceteureup, tersisa saya sendiri di-plot ke Jonggol.
Inget
banget waktu itu akhir April 2011 pas release lagu Shampoo, my favorite After
School’s song. And yeah, Shampoo masih menjadi salah satu lagu favorit saya
sampai saat ini. Nggak bosan-bosannya perjalanan dari Cileungsi ke Jonggol naik
angkot sambil pake headset dengerin After School nyanyi Shampoo. SEPANJANG
PERJALANAN. Pokoknya Shampoo itu lagu wajib saya di Jonggol.
Di
kantor harus ada Shampoo.
Di
perjalanan harus ada Shampoo.
Di
kontrakan harus ada Shampoo.
Tentang
kontrakan nih, dapet petakan dengan harga Rp 350.000 per bulan. Tadinya pikir
saya harga segini terhitung mahal untuk ukuran Jonggol kalo dibanding dengan
harga kosan di Cengkareng yang cuma Rp 300.000,- include cuci baju. Tapi
lumayan nyaman kontrakan ini ada ruang depan, kamar tidur, dan kamar mandi
sendiri.
Eh
tapi, setelah saya bekerja, saya merasakan harga kontrakan/ kosan yang malah
lebih mahal. Di Jakarta Pusat kosan saya Rp 800.000,- sekamar dan ini yang
membuat saya berpikir bahwa kontrakan di Jonggol itu kelewat murah untuk tiga
kamar.
Saya
jadi cukup bersyukur bahwa kontrakan dulu yang lumayan luas itu lebih enak
daripada kosan di Jakarta yang mahal-mahal. Banyak orang cerita kosannya
mencapai lebih dari Rp 1.000.000,- dan itu membuat saya eww~ gini amat yak
tinggal di ibukota.
BTW
angkot warna biru tua itu jurusan Cileungsi-Jonggol itu lumayan panjang. Tempat
duduknya muat lebih banyak dan lebih luas daripada angkot di Jakarta.
Perjalanan dari simpang empat Cileungsi sampe Jonggol cuma Rp 4.000,- dan itu
memakan waktu yang lumayan. Itu jaraknya cukup panjang walaupun hanya
lurus-lurus aja.
Oh
ya, selama perjalanan ngelewatin hutan-hutan, perumahan Citra Indah, dan
Mekarsari.
Perumahan
Citra Indah di sono termasuk kawasan elit. Citra Indah termasuk dalam bagian
Ciputra group, sama seperti Citraland mall. Ini ada hubungannya loh ternyata.
Yap, bus shuttle langsung Citra Indah-Citraland Jelambar. Nah ini yang membuat
saya bisa lebih “ringkas” dalam melakukan perjalanan.
Tadinya
dari Cengkareng ke Cileungsi itu naik bus dulu via Rambutan, nah sekarang ada bus
shuttle langsung dari Citra Indah ke Citraland Jelambar. Cuma Rp 12.000,-
sekali perjalanan. Wah, ini cukup nikmat menurut saya. Bolak-balik
Jonggol-Jakarta nggak usah rempong lagi gonta-ganti naik bus berdesakan
berhimpitan karena sudah bisa naik bus Citra Indah–Citraland yang lebih nyaman.
Mekarsari
sendiri tampaknya sudah sangat terkenal. Taman buah. Tapi sayangnya, selama
tiga bulan di sana belum pernah sekalipun saya menginjakkan kaki di sana.
Miris. Eh eh eh tapi, baru seminggu yang lalu saya menyempatkan diri untuk
pertamasya ke Mekarsari. Saya akan upload kesan perjalanan ke Mekarsari di post
tersendiri. Nantikan saja post berikutnya. Ufufufufu.
Move
on!
OJT
di PT PLN (Persero) UPJ Jonggol itu lumayan mengasikkan. Orang-orangnya asik.
Suasananya juga mendukung. Enak lah pokoknya. Salut sama orang-orang PLN
Jonggol deh.
Kekeluargaannya
juga sangat terasa. Mungkin karena PLN ini kecil, hanya sepetak gedung kecil
dua lantai. Pegawainya juga hanya beberapa, sekitar belasan saja kalo nggak
salah. Tapi ditambah beberapa pihak yang membantu membuat suasana PLN Jonggol
tak terasa sepi. Saya ingat suatu Jumat setelah senam ada gelar makan di atas
daun pisang lesehan dan dimakan rame-rame langsung comot dari atas daun pisang
itu. Ini terasa banget kebersamaannya. Cukup bangga pernah menjadi bagian dari
keluarga kecil ini.
*Terharu*
*Usap
air mata buaya*
Makanan
di sana nggak asing.
Cuma
minum defaultnya pasti teh tawar.
Seperti
iklan nih, “Apa pun makanannya, minumnya teh tawar anget!”
Tapi
pas puasa susah bray!
Warung
di sana yang buka pas siang-malam aja dikit, apalagi pas buka.
NIHIL.
Bener-bener
nggak ada yang jualan di sekitar situ. Sengsara pas mau sahur. Harus jalan dulu
menyusuri jalan besar melewati hutan-hutan dengan pohon tinggi di sepanjang
kanan-kiri jalan.
Angkot?
Boro-boro!
Kendaraan
aja jarang yang lewat pas sahur. Yang seliweran juga paling satu-dua doang.
Jadi terpaksa jalan kaki nyari makan di warung yang buka.
Walaupun
cukup sengsara, tapi ini pengalaman. Pengalaman nggak bisa sahur dengan santai
karena nggak ada warung dekat yang buka, harus jalan kaki jauh dulu baru bisa
makan sahur. Untungnya di sana cuma sehari doang sahurnya, pas banget hari
pertama Ramadhan 2011.
Untuk
pekerjaan sendiri, nggak ada yang terlalu berbeda dari saat ini. Ngurusin
listrik tentu saja. Tapi dengan
penyulang yang hanya empat buah? Gangguan sangat jarang terjadi.
Jonggol
dengan wilayah yang sangat luas, bahkan paling luas dibanding wilayah Unit di
sekitarnya, tapi penyulang hanya empat itu membuat saya merasa, “Wah, beneran?”
sekaligus berpikir bahwa banyak wilayah Jonggol yang masih berupa hutan dan
penduduknya masih minim.
YA,
hutan-hutan dengan pepohonan tinggi masih banyak ditemukan di sana. Jalan
sekitaran kontrakan juga masih ada banyak hutan-hutan.
Tapi
nggak begitu horror.
Beneran.
Saya
main ke warnet kan tentu malam hari dan pulang pasti juga larut malam. Dan itu
kontrakan-warnet PP jalan kaki dengan hutan di kanan kiri jalan. Larut malam
pun jarang kendaraan lewat. Itu perasaannya masih biasa saja sih. Nggak
kepikiran copet atau begal atau apalah dan ALHAMDULILLAH nggak terjadi sesuatu
hal negatif yang nggak diinginkan.
YAP,
di sana ada warnet.
Jadi
nggak begitu primitif banget lah.
Hahaha.
Pokoknya
Jonggol itu berkesan. Positif dan negatif ada semua. Positifnya banyak.
Negatifnya mungkin yang paling berasa adalah susahnya nyari makan pas puasa.
Overall,
Jonggol itu enak tapi hideous.
Tapi
kalo tinggal di sana lagi, saya nggak mau.
Heheheh.