Aku udah greget banget. Tangan gatel pengen nulis. Ceritanya curhat.
Lagi males buat omong kosong yang nggak perlu, jadi langsung aja.
Maaf sedikit vulgar.
Ini tentang PUSEFA.
Ya, Pulang Sekolah Family.
Post ini kudedikasikan buat PUSEFA, hanya saja sedikit pedas.
Post ini tentang kritik dan komplain buat PUSEFA.
Maka dari itu aku sebut DARK Edition.
Dan momennya pas banget dengan Halloween.
Taikkucing! Taikkucing! Taikkucing!
*hening
OKE.
Aku lagi males sama PUSEFA.
Capek.
Bukan capek sama persahabatan dalam PUSEFA.
Bukan capek sama member PUSEFA.
Tapi aku capek ngurusin hal-hal yang nggak penting.
Tapi aku capek sama sifat para member PUSEFA.
Aku nggak bilang aku nggak suka sama mereka.
Aku benar-benar menyukai mereka. Sungguh.
Memang
bukan suka dalam artian suka antara kekasih, tapi aku benar-benar
menyukai mereka dalam level persahabatan erat dan hubungan keluarga.
I miss them a lot.
I love them a lot.
TBH,
persahabatan kami sudah aku anggap nggak akan pecah. Selamanya. Aku
sangat menghargai itu. Bahkan kami semua sudah sangat setuju jika member
PUSEFA memang sudah menjadi ikatan keluarga tersendiri.
Tapi aku rasa hubungan itu sudah mulai retak.
Aku memikirkan sebuah vas.
Vas
antik berwarna putih bersih dengan motif bunga nan cantik
berwarna-warni yang terpajang di sudut khusus di ruang keluarga. Aku
memolesnya setiap saat, agar kilau putihnya tetap terjaga. Aku bisa
menjaganya. Aku tidak akan tinggal diam jika ada orang lain yang datang
dan mencoba menyenggol vas itu. Dan tentu saja tak akan kubiarkan orang
lain ikut campur dalam usahaku memoles vas itu.
Sayang,
mungkin karena aku terlalu sering memolesnya, vas malah mulai terkikis.
Aku tau hanya sedikit yang terkikis, tapi aku takut jika itu terus
berlanjut maka vas tak akan seindah yang dulu.
Dan aku
takut. Aku benar-benar takut. Aku takut jika vas akan retak. Aku takut
jika vas akan pecah. Aku takut vas putih indah yang kujaga akan pecah
menjadi beberapa bagian dengan berbagai warna bunga berhamburan.
Lem?
Mungkin
aku bisa menyatukan kembali bagian-bagian vas itu menjadi hampir utuh.
Hampir sempurna seperti sedia kala. Namun tentu saja kondisinya akan
buruk. Vas antik putih nan indah akan tercoreng dengan retakan, bekas
pecahan, dan bantuan lem.
Namun percayalah, aku tetap menjaga vas itu.
Percayalah, aku masih menjaga PUSEFA.
Seberapapun aku nggak suka sama PUSEFA, tapi aku tetap menjaga hubungan ini.
Aku mengkritik.
Jika ada masalah, bilang saja.
Bicara secara jelas dengan yang dimaksud dan permasalahannya.
Kau tahu?
Aku suka dikritik.
Karena, bukankah dikritik secara positif itu akan membangun?
Membangun karakter diri menjadi seseorang yang lebih baik lagi.
Taikkucing! Taikkucing! Taikkucing!
LANJUT~
Aku
mau dikritik karena dengan begitu aku bisa tahu kesalahanku, aku bisa
tahu letak kekuranganku. Tapi tentu saja beri aku bocoran saran yang
membangun. Bagaimana aku bisa menjadi yang lebih baik lagi bagimu. Ya,
bagimu.
Karena aku bisa mencoba membangun diriku sendiri.
Dengan usahaku sendiri. Tapi tentu saja ini adalah sudut pandangku
sendiri. Dan bisa saja ini masih kurang dan salah bagimu.
Aku
tahu aku nggak akan mengambil saranmu secara penuh. Ini hidupku.
Persetan dengan orang lain. Taikkucing! Tapi untuk orang-orang di sekitarku yang aku
cintai, aku mencoba menjadi lebih baik bagi mereka. Tentu saja aku
mencoba menjadi seseorang yang lebih baik dengan caraku sendiri,
ditambah saran yang membangun dari orang yang aku cintai dan aku sukai
di sekitarku. Dan aku nggak bisa berubah secara drastis. Bertahap. Step
by step. Well you know, baby walk.
Tanpa terkecuali PUSEFA.
Aku sayang PUSEFA.
Aku selalu berusaha menjadi seseorang yang baik dalam PUSEFA.
Aku memang random.
Aku nggak jelas.
Aku akui itu.
Tapi aku mencoba menjadi pribadi yang baik bagi PUSEFA.
Aku memperhatikan PUSEFA.
Aku memikirkan PUSEFA.
Tapi kenapa...
Aku merasa bahwa aku nggak diperhatikan oleh PUSEFA.
Aku nggak penting.
Aku tahu aku memang nggak penting.
Maaf, mungkin aku terlalu melankois.
Dan mungkin ini hanya ada dalam pikiranku saja.
Aku
nggak tahu apa yang dipikirkan PUSEFA. Aku nggak tahu apa yang mereka
pikirkan tentangku. Tapi aku tahu pasti bahwa mereka juga sangat sayang
dengan hubungan dalam PUSEFA. Mereka hanya nggak memperhatikanku. Atau
seolah begitulah yang ada dalam benakku.
Taikkucing!
Maaf.
Aku mulai kesal saat komentarku tidak dibalas.
Aku kesal saat PUSEFA diam saja saat aku butuh balasan.
Setidaknya, balaslah.
APAPUN ITU.
Sekedar sanggahan yang tidak mengenakkan pun boleh.
Kritik juga bisa.
Aku tahu aku memang random.
Jawablah dengan random juga.
Setidaknya, dengan begitu aku merasa diperhatikan.
Tapi lihat...
Aku
berikan pernyataan panjang lebar tapi lima hari tanpa sanggahan. Dan
mungkin jika aku biarkan saja, pernyataanku akan tetap tidak akan
dipedulikan. Aku bagaikan seseorang yang bermain drama dengan naskah
monolog. Tanpa orang lain.
Taikkucing! Taikkucing! Taikkucing!
Grrr...
SKIP!
Pernyataanku memang
random. Tapi itu serius. Aku berikan kesan gurauan karena memang
begitulah sifatku. Tapi aku butuh komentar atas apa yang telah aku
tuangkan. Apa saja. Bahkan PUSEFA tidak setuju pun boleh.
PUSEFA
adalah sahabat. Dalam pikirku, sahabat adalah segala sesuatu yang bisa
aku limpahkan semuanya. Termasuk kerandomanku. Dan tentu saja aku
mendapat umpan balik. Walaupun para sahabat tidak suka dengan itu, tapi
aku suka itu. Dengan begitu aku tahu apa yang para sahabat pikirkan
tentangku.
Tapi aku sedih. Banget.
Saat aku tahu bahwa aku nggak direspon.
Di sini mungkin aku sangat berlebihan.
Mungkin aku terlalu lebay.
Mungkin aku sangat hiperbola.
Tapi aku memang butuh umpan balik.
Namun, seiring berjalannya waktu, aku anggap itu selesai.
Tapi mood-ku masih buruk untuk menghadapi PUSEFA.
Beberapa waktu kemudian, aku kembali memberikan pernyataan.
Kali ini memang PUSEFA memberikan umpan balik.
Dan itu membuatku senang.
Apapun itu, walaupun mereka tidak setuju pun, aku senang mereka akhirnya kembali memberikan komentar atas kerandomanku
Tapi tanpa diduga malah muncul masalah baru.
Sheyt!
Perlu diketahui, aku nggak marah.
Aku hanya sedang males ngurusin PUSEFA karena PUSEFA nggak ngurusin aku. Karena PUSEFA nggak respon padaku.
Maaf.
Saki.
Ini yang nggak aku suka darinya.
Dia
suka banget nyalahin diri sendiri atas sesuatu yang diluar kendalinya.
Atas kesalahan bersama. Atau bahkan atas segala sesuatu yang normal "di
luar" namun dia menganggap itu sangat buruk dalam sudut pandangnya
sendiri dan suka menyalahkan dirinya sendiri.
Nggak ada yang menyalahkanmu.
Sungguh.
Aku nggak marah.
Bukannya aku nggak menghargaimu.
Hubungan persahabatan PUSEFA, dan kau khususnya, adalah priceless.
Tapi seperti aku bilang aku nggak marah padamu.
Aku hanya sedamg capek dan bad mood.
Aku sedang capek.
Oktober merupakan bulan yang melelahkan dan menegangkan.
Dan juga aku sedang ada acara keluarga.
Aku capek dengan urusanku jadi mood-ku turun di bawah rata-rata.
Tapi dia memutuskan secara sepihak.
Atas dasar sudut pandangnya sendiri.
Dia nggak tau sudut pandangku.
Dia nggak tanya padaku.
Dia nggak konfirmasi dulu padaku.
Yang aku tangkap, dia suka kabur.
Dia suka melarikan diri.
Bagiku, dia lebih suka menjauhkan dirinya sendiri dari masalah yang telah terjadi, membiarkan masalah itu tetap di udara, dan bukannya menyelesaikannya. Ini masalah kecil yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi yang baik. Jangan lantas pergi begitu saja. Kau memang ingin pergi menjauh, tapi pihak lain ingin menyelesaikannya dengan mengkonfirmasinya padamu.
Jika memang ada masalah seharusnya omongin dengan jelas, bukannya malah kabur memutuskan secara sepihak lari dan nggak mau menghubungi lagi.
Gimana aku mau konfirmasi?
F!
Aku butuh waktu atas insiden PUSEFA lima hari itu, untuk membangun mood-ku.
Aku nggak marah pada Saki.
Aku hanya kesal pada PUSEFA.
SEMUA PUSEFA.
Tapi aku benar-benar tetap menjaga hubungan persahabatan ini.
Kau tahu, bestfriend quarrel...
Seberapapun aku kesalnya, aku nggak mau mengakhiri hubungan.
Persahabatan ini sudah sangat erat.
Dan aku sendiri nggak menganggap remeh.
Magsudnya,
aku nggak suka sama sifat SEMUA PUSEFA yang mencampakkanku. Tapi Saki
secara sepihak dalam sudut pandangnya sendiri, melimpahkan kesalahan dan
atas dasar persahabatan pada dirinya sendiri.
BAPER.
Tolong, singkirkan hal itu dari dirimu.
Saki suka banget bawa perasaan. Segala hal selalu dimasukkan dalam hati.
Sebagai
sahabat, aku nggak mau melihat kau terus-terusan menanggung semuanya.
Masih ada yang lain. Walaupun kau nggak mengganggapku saat ini, masih
ada Lita, mamAH, Dias, Didik, Hanyo, dkk. Ungkapkan semuanya. Sebagai
sahabat, kami semua sangat sayang padamu.
Atau mungkin jika dia hanya punya masalah denganku... Aku benar-benar minta maaf.
Bukan aku mengacuhkanmu.
Tapi, dengan begini bukankah diacuhkan itu tidak menyenangkan?
Begitulah denganku saat itu.
Dibiarkan.
Dan bukan hanya Saki, ini untuk semua PUSEFA.
Aku minta maaf.
Mungkin ini benar apa yang dikatakan Dias, ini adalah bagian yang nggak aku sukai dengan menjadi dewasa.
Aku tahu kalian sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Aku terlalu bodoh untuk mengharapkan balasan atas randomku itu.
Setidaknya, terima kasih sudah membaca pernyataanku selama ini.
Aku tahu au memang nggak penting.
Aku nggak tau. Aku nggak tau apakah kalian akan membaca ini sampai akhir.
Aku nggak tau apakah sampai baris ini, pandangan kalian terhadapku akan berubah menjadi lebih buruk.
Dan mungkin kalian akan menjauhiku atau malah nggak mau mengenalku dan memutuskan hubungan denganku.
Tapi dengan aku menulis seperti ini, setidaknya yang ada dalam diriku tersampaikan.
Ini kritik buat PUSEFA.
Aku harap ini menjadi kritik yang membangun.
Atau setidaknya itulah keinginku yang naif ini.
Sheyt!
Terlalu naif memang.
Tapi aku rasa itu perlu dalam hubungan persahabatan.
Bagaikan
PUSEFA sedang menaiki Ferris Wheel, ada kalanya ada di puncak dan
takjub terhanyut menikmati keindahan bersama dan ada kalanya di bawah
dan merasakan sensasi mualnya saat turun dengan kencang.
Aku nggak ada magsud untuk memecah-belah PUSEFA.
Aku nggak bermaksud untuk mengakhir hubungan dengan PUSEFA.
Aku tetap berharap bahwa PUSEFA akan selalu bisa terikat satu sama lain.
Naif.
Hiperbola.
Nggak penting.
Tapi ini yang mau aku keluarkan.
Jika PUSEFA nggak suka, silakan berkomentar PEDAS buatku.
Salahkan aku.
Sheyt!
Taikkucing!
Sekali lagi aku minta maaf untuk semuanya.
Dan terima kasih.
NB.
Abaikan umpatan.
Ini campur aduk antara marah karena greget, sedih karena dicampakkan, dan senang karena lega.